Catatan Dahlan Iskan: Naik Apollo

24 April 2025 23:00

GenPI.co - HARI PERTAMA di disway.id/listtag/1100/wuhan">Wuhan kami disediakan tujuh mobil. Semuanya tanpa pengemudi. Kami sangat antusias. Berebut naik duluan.

Pagi itu, Selasa, acara pertama kami di Wuhan memang ke pabrik mobil: mobil yang didesain tanpa pengemudi. Namanya Apollo Go.

Yang saya maksud dengan ''kami'' adalah rombongan Disway. Yakni rombongan 26 pengusaha dari berbagai provinsi: Medan, Jabar, Jateng, Jatim, Kaltara, Jakarta.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Balik Kucing

Ada dua yang dokter. Ahli kanker dari USU, Medan dan ahli anestesi dari Unair yang bertugas di Semarang.

Ada pengusaha kosmetik. Real estate. Peternak domba dari Blitar. Domba dorper. Ada pula pemilik pabrik mutiara sagu. Merek kucing. Pengusaha beras dari Demak. Konsultan. Percetakan. Sekuritas. Restoran.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Matahari Kembar

Mobil tanpa kemudi itu waini sudah beroperasi di 12 kota besar di Tiongkok. Saya agak heran kok pakai nama berbau Amerika. Saat itu memang belum ada perang dagang antara Amerika dan Tiongkok.

Tahun ini Apollo sudah pula beroperasi di Dubai. Baidu memang terus mencari partner internasional. Tentu kita tidak masuk pilihan –mengingat ruwetnya perkotaan kita. IKN, kalau jadi, mungkin bisa didesain kota pertama yang didarati Apollo.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Debat Santri

Memang di Wuhan, Apollo baru boleh beroperasi di pusat kota. Itu pun di area radius 10 km. Tapi itu soal waktu saja, sebelum diperluas jangkauannya.

Mobil Apollo yang disediakan untuk kami pagi itu adalah generasi kelima. Sebuah perjuangan yang panjang. Generasi kelima itu sudah lebih maju dari mobil sejenis di Amerika –yang pernah saya coba di San Francisco tahun lalu.

Yang di Amerika itu setara dengan generasi keempat Apollo. Masih terlihat kamera dan radarnya yang bertengger mencolok berputar di atas atap mobil.

Di Apollo generasi kelima radar dan kameranya sudah hampir tidak terlihat. Sudah menyatu dengan mobilnya. Ketika mendesain Apollo generasi lima, semua kebutuhan sudah diakomodasikan dalam desainnya.

Sampai ke generasi kelima itu belum boleh ada penumpang di kursi depan. Kursi depan kiri, yang biasa untuk pengemudi, dibiarkan kosong. Pun kursi depan kanan: harus kosong. Penumpang harus hanya di kursi belakang.

Satu mobil boleh diisi tiga orang. Tiga-tiganya di kursi belakang. Ada tiga sabuk pengaman di situ.

Maka kami pun masuk bertiga bertiga. Yang lima orang lagi menunggu giliran mobil kami kembali ke pangkalan.

Setelah kami bertiga duduk mobil belum mau berjalan. Kami harus mengenakan sabuk pengaman. Setelah itu barulah muncul beberapa pilihan di layar sentuh. Di antaranya ''start'' dan ''SOS''.

Kami menyentuh tanda ''start''. Mobil pun berjalan. Dua penumpang sebelah saya exciting. Berfoto. Bervideo. Terutama ketika berbelok. Setirnya berputar sendiri seperti ada hantu yang memutarnya.

Saya sendiri sibuk mengingat-ingat apa beda dengan yang saya naiki di San Francisco tahun lalu. Tidak beda. Rasanya sudah lebih tidak khawatir apa-apa.

"Mobil tanpa pengemudi ini lebih disiplin. Lebih taat pada aturan lalu lintas. Dibanding mobil yang berpengemudi," ujar staf Apollo yang menerima kedatangan kami.

Karena itu tidak pernah ada kecelakaan yang diakibatkan kesalahan Apollo. Ia sensitif sekali. Pun ketika, suatu saat, ada rombongan kambing melintas di jalan raya. Aman.

Kenapa ada kambing melintas di jalan raya Wuhan?

"Wuhan ini kota pedalaman. Masih banyak lahan pertanian," katanya.

Saya sudah beberapa kali ke Wuhan. Kali pertama ke Wuhan sekitar tahun 2000. Ke pabrik turbin. Lalu beberapa kali ke sana lagi. Setelah membanding-bandingkan dengan produksi kota lain, akhirnya saya membeli tiga turbin uap dari Wuhan.

Terakhir ke Wuhan tahun lalu. Setelah acara pokok selesai saya minta diantar ke pasar Wuhan. Yakni pasar yang kali pertama ditemukan virus Covid-19. Saya tidak bisa melihat apa-apa. Pasar itu dipagari seng.

Saya juga minta diantar ke rumah sakit darurat Covid-19 yang terkenal itu: dibangun hanya dalam waktu satu minggu. Ternyata juga sudah dipagar. Sudah lama tidak dipakai lagi. Rumput di area itu sudah meninggi. Wuhan sudah lama kembali normal.

Malam hari kami rekreasi: naik kapal pesiar. Mengarungi sungai Changjiang (Yangtze). Sungai terpanjang ketiga di dunia itu memang membelah kota Wuhan. Kanan kiri sungai penuh dengan gedung pencakar langit. Di malam hari semua gedung gemerlap oleh lampu hias yang masif. Begitu indah Wuhan di malam hari. Lupalah kalau di sini pernah terjadi pandemi terparah di dunia.

Pabrik mobil Apollo di Wuhan ini milik Baidu, ''Google''-nya Tiongkok. Ketika Baidu ingin masuk ke bisnis artificial intelligent yang dipilih adalah proyek mobil tanpa pengemudi.

Generasi pertamanya terlihat jelek sekali. Tahun 2013. Masih agak mirip prototype mobil listrik karya mahasiswa.

Di generasi kedua, 2015, sudah lebih berbentuk mobil. Kamera dan radarnya masih buatan Amerika. Generasi ketiganya sudah mulai ada yang bikinan Tiongkok. Dan baru Apollo generasi keempat sudah bikinan Tiongkok sepenuhnya.

Sampai lahir generasi keempat itu sifatnya masih riset. Belum diizinkan untuk komersial. Memang sudah mulai terlihat di jalan raya tapi sifatnya masih uji coba. Masih penelitian.

Baru di generasi kelima izin komersial diberikan. Awalnya di Wuhan saja. Lalu di 11 kota. Sudah dianggap sempurna.

Dalam perjalanan kami ke pabrik itu terlihat taksi Apollo sudah berada di jalan raya. Terlihat melaju lebih cepat dari bus kami. Beberapa anggota rombongan memotretnya dari dalam bus.

Ternyata kami justru diberi kesempatan mencobanya. Di antara kami baru saya yang pernah naik mobil tanpa pengemudi. Bagi anggota rombongan inilah kali pertama naik mobil jenis itu.

"Bagaimana kalau suatu saat tiba-tiba jaringan internetnya putus?"

"Kalau itu terjadi mobil ini akan mengurangi kecepatan untuk pelan-pelan minggir lalu berhenti di tepi jalan," kata petugas itu.

Di ruang pajang pabrik ini kami juga diperlihatkan Apollo generasi keenam. Sudah sepenuhnya ''bukan mobil biasa''.

Sampai generasi kelima, Apollo masih terlihat seperti ''mobil''. Ada setirnya. Ada dashboard-nya. Ada pedal remnya. Ada pedal gasnya. Semua itu sebenarnya tidak diperlukan. Untuk apa? Kan semua itu harus digerakkan oleh orang? Padahal jenis mobil ini dimaksudkan tanpa pengemudi?

Maka di Apollo generasi keenam semua itu hilang: tidak ada setir, tidak ada dashboard, tidak ada pedal gas. Tidak ada pedal rem. Kosong. Melompong. Hanya ada tempat duduk.

Bentuk luarnya pun sudah bukan seperti mobil. Sudah lebih seperti kendaraan siluman. Hanya saja, masih beroda. Dan di roda itu masih ada bannya.

Mobil listrik yang di tahun 2010 masih dianggap mustahil kini sudah mulai merebut dominasi mobil bensin. Mobil tanpa pengemudi mulai dioperasikan secara komersial.

Giliran berikutnya, mungkin drone menjadi pengganti mobil.(Dahlan Iskan)

 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ragil Ugeng

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co