Informasi palsu atau hoax pascabencana kerap merugikan. Hoax membahayakan karena menyebarkan kabar bohong. Berita tidak benar serta informasi menyesatkan.
Pascagempa Donggala, hoax-hoax bermunculan. Sejak Sabtu (29/9), Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan pemantauan atas konten negatif di internet. Baik melalui situs maupun media sosial dan platform chatting. Hasilnya, ditemukan konten yang berisi informasi hoax.
Hoax-hoax tersebut antara lain adanya gempa bumi susulan lalu ada isu bendungan Bili-Bili di Kabupaten Gowa Retak. Ada juga berita Walikota Palu Meninggal. Ia baik-baik saja dan kini turut melakukan tanggap darurat gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah.
Dampak hoax juga berimbas terhadap sektor pariwisata. Karena hoax, tidak sedikit wisatawan jadi takut datang ke Indonesia.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menilai, pariwisata sering tertekan, atas maraknya hoax. Apalagi travelers saat ini sangat melek media sosial, mereka search (look), book, pay sudah online.
"Mereka sangat mudah terhasut oleh aneka kabar bohong, dan sangat cepat berubah karena pengaruh hoax," ujar Menpar Arief Yahya.
Tidak sekali dua kali Menpar mendapati foto-foto seram diviralkan dari whatsApp, messangers, dan media sosial lain. Penyebarannya meluas sampai ke originasi pariwisata, seperti Singapura, Malaysia, bahkan Tiongkok.
"Itulah yang saya sesalkan, iseng-iseng itu tidak lucu sama sekali karena masuk dalam radar kami di pariwisata. Kami bisa detect sentimen negatifnya di War Room M-17, lantai 16 ruang kendali Go Digital Kemenpar. Kami terus amati perkembangan menit demi menit, dan viral itu cukup mengacau," jelas Menpar Arief Yahya.
Untungnya, Kemenpar punya GenPIyang sigap meangkal hoax. Sepak terjang anak-anak muda aktivis pariwisata ini sidah tak diragukan, Sebsb, sudah berkali-kali mereka berhasil nenagkal hoax yang berpotensi merugikan pariwisara Indonesia.
Salah satu keberhasilan GenPI adalah menangkal isu Nusa Penida kotor dan penuh sampah.
"Genpi turun dan meng-capture suasana Bali dan Nusa Penida, mengambil foto, video, live, dan diposting diberi timeline, waktu mengambil gambar. Begitu juga di Komodo Labuan, yang sempat diteror isu illegal fishing, teman-teman Genpi juga explorasi bawah laut yang akhirnya klir," ungkapnya.
Arief Yahya menyadari bahwa perang cyber juga terjadi di pariwisata. Era digital ini harus pintar menyiasati viral karena jika sembarangan justru bisa merusakimage.
"Ingat 70% travellers sudah menggunakan online service untul search, book, dan pay. Mereka share dengan digital pula. Karena itu kita harus lebih canggih, lebih solid, lebih speed, dan lebih smart!" tegasnya.
"Sekedar informasi, bahwa kami tahu, siapa yang bermain-main dengan hoax ini! Siapa yang pertama kali upload, siapa saja yang share, siapa yang memberi caption atau kata-kata yang merusak itu. Jangan lakukan lagi, sesama negara ASEAN itu punya komitmen untuk join marketing, sama-sama bekerja untuk maju bersama," tambah Mantan Dirut PT Telkom ini.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News