GenPI.co - Kepala Makara Art Center Universitas Indonesia (MAC UI) Ngatawi Al-Zastrouw menggarisbawahi artis penting memahami Islam secara tepat.
Menurut dia, umat Islam harus memahami tradisi dan nilai-nilai lokalitas atau budaya Indonesia sehingga bisa membedakan mana hal yang relevan atau tidak.
“Sebaliknya, kita harus mempelajari ajaran-ajaran Islam itu sesuai ilmunya. Kalau tidak sesuai ilmunya, akan terjebak pada formalisasi simbol-simbol keagamaan tanpa memahami substansi sebenarnya.” ujar Zastrouw di Jakarta, Rabu (16/10).
Zastrouw mengatakan mudahnya Islam masuk ke Nusantara ialah karena ulama-ulama yang menyebarkannya kala itu mampu memahami ajaran agama sesuai dengan visi, misi, dan substansinya.
Dengan demikian, Islam tidak bertabrakan dengan kultur-kultur yang ada di Tanah Air ketika disebarkan.
Zastrouw juga menyoroti fenomena euforia budaya atau tampilan kearab-araban yang beberapa tahun belakangan ini makin marak.
Menurut dia, hal ini justru bersumber pada kedangkalan pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri.
Penggunaan atribut, istilah, ataupun simbol lainnya yang serba Arab bukan berarti seseorang menjadi makin islami.
“Fenomena seperti ini sebenarnya mencerminkan kedangkalan dalam memahami ajaran-ajaran Islam yang kemudian diekspresikan dengan laku budaya yang Arab sentris,” tegasnya.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Jejaring Dunia Santri ini menjelaskan umat Islam sudah seharusnya memiliki kemampuan rekonstruksi terhadap tafsir ajaran Islam sehingga mampu diamalkan di Indonesia tanpa bertabrakan dengan kultur setempat.
Menurut dia, orang yang gagal mengikuti ini ditandai dengan latah dan ikut-ikutan budaya lain adalah mereka yang tidak memiliki imunitas ideologi dan kultural.
“Menurut saya, kiai-kiai di Indonesia justru lebih Islami dan mahir dalam memahami Islam meskipun dia hanya pakai sarung, kopiah, atau pakaian kesehariannya. Melalui pemahaman keagamaan yang tepat dan related dengan tradisi-tradisi yang kita miliki, Islam malah lebih mudah diamalkan dan dipahami oleh seluruh suku dan bangsa di Nusantara,” tegasnya.
Dosen Pascasarjana UNUSIA Jakarta itu mengungkapkan bahwa perpolitikan hanya salah satu cara menghadirkan Islam.
Justru kejayaan dunia Islam itu dikenal bukan dari sistem politik atau kenegaraannya, melainkan dari perkembangan sains dan teknologi hasil temuan para ulama di zaman dulu.
“Kita ingat ketika umat Islam, seperti Al-Khawarizmi, Ar-Razi, Ibnu Batuta, Al Idrisi, dan lain sebagainya mampu menemukan teknologi, mulai teknologi optik, teknologi kimia, teknologi ilmu sains matematika. Di situ Islam berkembang melalui pengetahuan dan peradaban, hingga didirikannya Baitul Hikmah sebagai pusat literatur di masa dinasti Abbasiyah,” terang Zastrouw. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News