GenPI.co - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Duta Damai mengadakan pelatihan guru untuk meningkatkan ketahanan satuan pendidikan dari radikalisme, kekerasan, dan bullying melalui program Sekolah Damai.
Direktur Pencegahan BNPT Irfan Idris menyoroti pentingnya peran guru dalam memperkuat narasi damai di kalangan siswa dan tenaga pendidik.
Sebab, tenaga pendidik merupakan ujung tombak dalam menangkal penyebaran paham intoleran dan kekerasan di lingkungan pendidikan.
"Salah satu tantangan besar yang kita hadapi ialah penyebaran narasi ekstremisme melalui media sosial. Banyak anak kita yang terpapar paham radikal melalui konten-konten dan informasi yang tidak terkontrol," ujar Irfan saat menjadi keynote speech pembukaan Sekolah Damai di SMAN 5 Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu (9/10).
Irfan menjelaskan media sosial menjadi medan pertempuran baru bagi ideologi ekstremisme yang bisa dengan mudah merasuki pemikiran siswa.
Oleh sebab itu, BNPT menginisiasi program rekrutmen anak-anak muda melalui Duta Damai untuk menyebarkan narasi moderat melalui platform di dunia maya.
“Kami memiliki Duta Damai di 19 provinsi yang siap berperan sebagai penyebar narasi moderat. Mereka adalah anak-anak muda yang terlatih dan memiliki passion luar biasa untuk menghadirkan konten positif dan mendorong diskusi damai di media sosial,” kata Irfan.
Menurutnya, keterlibatan anak muda dalam melawan narasi radikal sangat penting.
Sebab, generasi muda lebih memahami dinamika media sosial dan bisa lebih efektif menyasar kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, dan remaja yang kerap menjadi sasaran propaganda.
Irfan menekankan bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh para guru khususnya dan masyarakat dalam melawan radikalisme.
“Pertama, kami menemukan arus bawah tanah yang cukup deras dalam menolak NKRI. Ini mengkhawatirkan karena kelompok-kelompok tertentu secara aktif menanamkan narasi anti-NKRI di kalangan masyarakat,” katanya.
Kedua, pendanaan untuk terorisme yang masih terjadi. Ketiga, kelompok rentan yang menjadi target utama penyebaran paham radikal.
"Sangat penting bagi para guru dan siswa untuk memahami hakikat dan akar masalah radikalisme dan terorisme. Jangan sampai kita mudah mengalamatkan tindakan ekstremis pada satu suku atau agama saja. Terorisme adalah kejahatan luar biasa yang harus dihadapi dengan cara-cara yang luar biasa pula," tegas Irfan Idris. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News