AHF Sorot Tajam Negosiasi WHO Pandemic Agreement yang Segera Rampung

28 Mei 2024 01:00

GenPI.co - AIDS Healthcare Foundation (AHF) memberikan sorotan tajam terkait negoisasi WHO Pandemic Agreement yang akan segera rampung.

Diketahui, negosiasi WHO Pandemic Agreement atau Traktat Pandemi akan segera mendekati keputusan akhir.

Hal tersebut pun turut menuai sorotan dari berbagai kalangan, salah satunya adalah AHF yang ikut menyuarakan perhatian besar terhadap proposal perjanjian tersebut.

BACA JUGA:  WHO Desak China untuk Kurangi Risiko Wabah Pneumonia Misterius

Banyak yang telah berubah sejak 30 Maret 2021. Selama terjadinya pandemi covid-19, para pemimpin negara-negara Eropa dan negara-negara berkembang saling bergandengan tangan untuk menyatakan komitmen pada sebuah berjanjian yang dilandaskan pada solidaritas, kejujuran, transparansi, inklusi dan keadilan.

Keadilan atau equity awalnya dinarasikan sebagai jantung dalam proposal perjanjian ini, lalu dijalankan menjadi tidak berarti apa-apa dan sekedar klise.

BACA JUGA:  Kolaborasi Bio Farma dengan WHO, MPP, dan CEPI Menyediakan Vaksin bagi Selatan Global

Meski pun perjanjian ini menyebutkan tujuan dari pencegahan, kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi berlandaskan keadilan.

Namun, banyak negara-negara seperti tidak serius menjadikannya sebagai sebuah kenyataan.

BACA JUGA:  Serangan Udara di Suriah Menewaskan Penasihat Iran dan Anggota Tim WHO

Janji-janji, amal, mau pun kewajiban sukarela dianggap cukup untuk mencegah atau mengatasi kesengsaraan kemanusiaan yang diakibatkan ketidakadilan kesehatan dunia selama covid-19.

Hal ini mengapa menandatangani Pandemic Agreement ini harus diletakan pada komitemen yang jelas dan mengkaitkannya pada kewajiban-kewajiban yang dijalankan secara adil.

The Pandemic Access and Benefit Sharing System (PABS), pasal 12, adalah cara utama untuk mengatasi ketidakadilan kesehatan global.

Selama pandemi, negara- negara berkembang 'dipaksa untuk ambil bagian dalam ketidakadilan melawan kekuatan besar' di mana kompetisi produk-produk kesehatan terkait pandemi, seperti alat pencegahan, reagen, diagnostik, perawatan penyelamat kehidupan, bahkan oksigen, memperkeruh ketidakadilan serta menghalangi efetivitas penanganan.

Dr. Jorge Saavedra selaku Executive Director of the AHF Global Public Health Institute mengatakan bahwa negara-negara berkembang berjuang untuk mendapatkan keadilan akses ke semua produk-produk kesehatan terkait pandemi.

"Pertama terbatasnya masker, diagnotisk, ventilator, dan oksigen, kemudian vaksin, dan selanjutnya efektif terapeutik,” ucap Jorge Saavedra dari rilis yang diterima GenPI.co, Senin (27/5).

“Sementara itu, negara-negara maju bisa mendapatkan dan menyimpan banyak pasokan dunia ketika mayoritas dunia menantinya di garis belakang," imbuhnya.

Di bawah PABS, para pihak dibutuhkan untuk membagikan meteri-materi biologis dan rangkain data genetis secara cepat, ini sangat diperlukan dalam pengembangan diagnostik, vaksin, dan terapeutik secara tepat waktu.

Partisipasi dalam sistem ini mensyaratkan persetujuan peserta untuk berbagi prosentase tertentu dari produk-produk kesehatan terkait pandemi guna memastikan mereka dapat mendistribusikannya secara seimbang, diperuntukan bagi kebutuhan darurat di semua negara dan menjaga keamanan kesehatan global.

Saat ini, perdebatan sengit antara negara-negara maju dan negara-negara lain mengenai ketentuan Pasal 12 semakin memburuk saat negosiasi mendekati akhir.

Skenario terbaik saat ini dalam teks terbaru akan mengharuskan 20 persen (10 persen sebagai sumbangan dan 10 persen dengan harga nirlaba) produk kesehatan terkait pandemi 'disediakan untuk digunakan berdasarkan risiko kesehatan masyarakat dan kebutuhan'.

Secara umum, ini sangat tidak mencukupi karena akan membebankan 80 persen vaksin, pengobatan, dan diagnostik penting tidak dapat diakses oleh negara-negara berpenghasilan rendah (LMIC) yang mencakup sekitar 85 persen populasi dunia.

Indonesia sebagai bagian negara yang berperan aktif dalam menyusun dan menyetujui pandemi agreement ini hendaknya bersikap hati-hati.

Asep Eka Nur Hidayat selaku Country Program Manager AHF Indonesia meminta pemerintah hati-hati dalam mengambil keputusan yang lebih adil dan mengedepankan kebutuhan masyarakat yang belum selesai terdampak pandemi, khususnya di Indonesia dan negara berkembang lainnya.

“Kami mendorong pemerintah Indonesia untuk bijaksana dan transparan terhadap pengambilan keputusan pandemic agreement, berlandaskan pada keadilan dan mengedapankan kebutuhan masyarakat terdampak pandemi," ungkapnya.

“Kampanye S.O,S akan kami terus gaungkan untuk mendapatkan keadilan dan tidak menguntungkan negara maju semata akibat pandemic agreement, tidak akan satu pun yang aman hingga semuanya aman,” tutur Asep.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cosmas Bayu

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co