GenPI.co - Hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyatakan kurang dari 50 persen responden merasa tidak bebas menyampaikan kritik kepada pemerintah.
Adapun survei CSIS dilakukan pada periode 8-13 Agustus 2022 kepada 1.200 responden berusia 17-39 tahun di 34 provinsi Indonesia.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes menyebut ada 43,9 persen responden yang tak merasa bebas mengkritik pemerintah.
Sebaliknya, hanya sebanyak 54,3 persen responden merasa bebas mengkritik pemerintah.
Dia menerangkan sebesar 1,8 persen lainnya menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.
Arya kemudian menjelaskan penyampaian pendapat di muka umum meraih suara sebanyak 71,1 persen.
Setelah itu, kebebasan pers ada 71,1 persen dan bebas berekspresi di ruang publik meraih 73,7 persen responden.
"Selain itu, soal bebas berserikat, berkumpul, dan berorganisasi mencapai 82 persen, kemudian kebebasan akademik sebanyak 82,7 persen responden," ucap dia di Auditorium CSIS, Jakarta Pusat, Senin (26/9).
Terkait rendahnya angka kebebasan mengkritik pemerintah, Arya mengatakan hal itu menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kepuasan publik pada praktik demokrasi di Indonesia.
Sementara itu, Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahen menilai hasil survei tersebut seharusnya menjadi koreksi pemerintah.
Dia menyebut angka 43,9 persen itu sebaiknya menjadi perhatian bersama.
"Ya, mungkin (terdapat, red) upaya intimidasi, kekerasan, hingga kriminalisasi," ungkapnya.
Herzaky menganggap bentuk intimidasi yang dialami saat ini melalui doxing di media sosial, kemudian diretas.
"Kalau zaman Orba mungkin ketakutannya mendadak ada intel datang atau memakai senjata langsung," tuturnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News