Gegara Mediding, Udara Malam di Yogyakarta Jadi Sangat Dingin

31 Mei 2022 13:05

GenPI.co - Udara di Yogyakarta (DIY) akhir-akhir ini terasa sangat dingin, terutama saat malam hingga dini hari.

Hal itu terjadi lantaran di Yogyakarta dan sekitarnya tengah memasuki musim dingin atau dalam istilah Jawa disebut fenomena mediding.

Pakar iklim Universitas Gadjah Mada (UGM) Emilya Nurjani mengatakan, fenomena mediding terjadi karena sebentar lagi akan memasuki musim kemarau.

BACA JUGA:  Harga Tiket Pesawat Jakarta ke Yogyakarta, Buruan Cek Sekarang!

“Fenomena ini memang sepertinya menandai masuknya musim kemarau di suatu wilayah," ujar Emilya di Fakultas Geografi UGM dilansir dari JPNN, Selasa (31/5).

Emilya mengatakan, masyarakat tidak perlu panik karena hal ini biasa terjadi setiap tahun.

BACA JUGA:  Bikin Kangen Yogyakarta, Cobain Yuk Angkringan di Bungur Jakpus

Dia menjelaskan bahwa fenomena itu sering terjadi di wilayah-wilayah yang mempunyai pola hujan monsunal.

Adapun hujan monsunal ialah wilayah yang puncak hujannya sekitar Desember-Februari dan mengalami musim kemarau sekitar Agustus-September.

BACA JUGA:  Soal Pesan Jokowi ke Projo, Pengamat: Mendinginkan Suasana

“Wilayah hujan monsunal meliputi Lampung, Sumatera, Selatan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara," kata Emilya.

Dia menjelaskan bahwa fenomena ini terjadi di musim kemarau pada saat kondisi langit cerah tanpa awan atau tampak sedikit awan.

Hal itu membuat radiasi matahari yang diterima bumi besar, sehingga suhu di siang hari meningkat menjadi lebih panas.

Kondisi langit cerah ini juga menyebabkan pelepasan radiasi bumi pada malam hari juga menjadi lebih besar dan banyak karena tidak ada awan yang menghalangi.

Kondisi ini menyebabkan suhu berkurang karena pelepasan panas atau hilangnya panas akibat pelepasan radiasi bumi sehingga pada malam hingga pagi suhu menjadi lebih dingin.

“Fenomena ini akan terjadi pada saat musim kemarau dan mencapai puncaknya pada saat puncak musim kemarau," jelasnya.

Di dataran tinggi Dieng, kondisi ini bisa menyebabkan suhu udara mencapai minus sehingga ada fenomena embun upas (embun es/tropical frost) yang menimbulkan kerusakan pada tanaman kentang yang berumur muda.

Sementara itu, di wilayah-wilayah lain berdampak terhadap kesehatan masyarakat karena perubahan suhu yang sangat mencolok pada siang panas dan malam hari dingin.

“Di Sleman suhu pernah mencapai 14 derajat dan di daerah Dieng minus satu. Kondisi semacam ini tentunya harus disiapkan dengan menjaga kondisi tubuh, berolahraga, dan mengonsumsi cairan yang cukup," jelasnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Andi Ristanto

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co