GenPI.co - Sakti Wahyu Trenggono melakukan refleksi kinerjanya selama satu tahun dilantik memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 23 Desember 2020.
Menurut Trenggono, saat itu dirinya agak grogi di hari pertama sebagai menteri kelautan dan perikanan.
“Pertama, saya tak paham perihal kelautan dan perikanan. Saya saja makan ikan tidak doyan sebelum diajari oleh Dirjen Perikanan Tangkap M Zaini,” ujarnya dalam Bincang Bahari “Catatan Akhir Tahun 2021 dan Program Ekonomi Biru 2022”, Rabu (22/12).
Kedua, Trenggono belum terlalu paham perihal ilmu kelautan dan ekologi.
“Saya terus bertanya-tanya soal kelautan ini. Mengapa KKP hanya terus menerus bicara soal ikan dan kurang bicara soal kelautan?” ungkapnya.
Ketiga, Trenggono masih meraba-raba soal Undang-Undang Cipta Kerja yang ditandatanganinya pada awal kepemimpinan di KKP.
“Saya tiba-tiba disuruh tanda tangan UU Cipta Kerja. Namun, setelah saya pelajari, ternyata peraturan itu bisa menjadi kesempatan emas KKP untuk menetapkan bahwa panglima sektor ini adalah ekologi,” tuturnya.
Lebih lanjut, Trenggono mengatakan bahwa pola pikir rakyat Indonesia harus digeser menjadi masyarakat bahari, bukan penduduk daratan.
“Kita selalu kepikiran untuk bercocok tanam di lahan, padahal kena tsunami habis semua sudah. Jadi, kita harus berteman dengan lautan,” katanya.
Sebagai masyarakat bahari, ruang laut dilihat sebagai wilayah ekologi yang harus dijaga kesehatannya.
“Kalau rumahnya di pinggir laut, hadapkan rumahnya ke arah laut. Laut harus bisa jadi halaman depan kita, laut itu bukan halaman belakang,” papar Trenggono.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News