GenPI.co - Akademisi politik TB. Massa Djafar mengemukakan, terkesan adanya azas pemanfaatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan pandemi covid-19.
Pasalnya, pemerintah tak tegas dalam mengeluarkan kebijakan dan penegakan hukum terkait penanganan pandemi covid-19, terutama terkait syarat wajib tes PCR untuk perjalanan.
Hal tersebut sangat disayangkan, sebab kondisi kesejahteraan dan ekonomi masyarakat hari ini masih belum stabil.
"Masyarakat ini bisa baru terima gaji di awal bulan, sudah habis untuk bayar kebutuhan. Mereka pasti akan keberatan dengan kebijakan PCR ini," ujarnya kepada GenPI.co, Senin (2/11).
Massa pun menilai bahwa motif bisnis pemerintah dalam penentuan kebijakan penanganan pandemi sangat terlihat.
Pasalnya, beberapa fasilitas dengan biaya mahal tak memberikan pelayanan yang layak.
"Fasilitas karantina usai penerbangan dari luar negeri itu sangat mahal, tetapi pelayanannya sangat buruk, mulai dari tempat karantina hingga makanannya," ungkapnya.
Ketua Program Doktor Ilmu Politik Universitas Nasional itu mengatakan bahwa tarif yang harus dibayarkan untuk fasilitas penunjang selama pandemi harganya tak murah.
Sayangnya, walaupun tak murah, pelayanan tersebut sangat buruk dan sebenarnya bisa lebih ditekan lagi harganya.
"Misalnya, saat karantina bisa dihitung saja, makan tiga kali sehari, paling mahal hanya Rp 100 ribu. Jadi, masyarakat seharusnya bisa membayar fasilitas karantina sejumlah ratusan ribu, bukan jutaan rupiah," katanya.
Massa menyayangkan jika hal tersebut sampai terjadi.
"Itu terjadi di tengah orang banyak yang kesulitan," ujarnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News