GenPI.co - Pergantian Panglima TNI masih tarik ulur. Sosok yang menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto masih terus ditimbang. Jokowi pun diminta pertimbangkan opini publik.
Peneliti Imparsial Hussein Ahmad memberi tanggapan terkait sosok yang menggantikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Proses pergantian panglima TNI semestinya dapat digunakan Presiden sebagai momentum untuk mendorong kembali agenda reformasi TNI yang saat ini stagnan.
“Kandidat Panglima TNI yang dipilih oleh Presiden diharapkan tidak hanya mampu mendorong arah pembangunan TNI yang semakin kuat dan profesional,” ujar Hussein kepada GenPI.co, Kamus (21/10).
Dirinya juga berharap agar Panglima TNI yang baru memiliki komitmen untuk menjalankan agenda reformasi TNI yang belum dijalankan.
“Proses reformasi TNI yang telah dimulai sejak 1998 hingga kini memang telah menghasilkan sejumlah capaian positif,” katanya.
Beberapa di antaranya menurut Hussein adalah pencabutan dwi-fungsi ABRI, larangan bagi TNI untuk berpolitik dan berbisnis, dan lain-lain.
“Namun, proses tersebut masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah yang penting, seperti reformasi sistem peradilan militer, penghapusan komando teritorial,” katanya.
Kendati demikian, Hussein mengakui bahwa proses pergantian Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden.
“Akan tetapi, presiden sebaiknya tetap perlu mencermati serta mempertimbangkan berbagai pandangan dan saran yang berkembang di publik,” katanya.
Bukan tanpa alasan, menurutnya, pemilihan Panglima TNI tidak hanya berimplikasi kepada dinamika internal TNI, namun juga kepentingan masyarakat pada umumnya.
“Oleh karenanya, penting bagi presiden untuk mendengarkan, mencermati, dan mempertimbangkan pandangan dan aspirasi masyarakat,” tandasnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News