GenPI.co - Melestarikan lingkungan harus dilakukan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat.
Hal itulah yang berusaha dilakukan oleh komunitas Earth Hour Tangerang (EHT).
EHT memiliki fokus awal untuk mengajak masyarakat lebih sadar terhadap perubahan iklim dengan mematikan listrik selama satu jam pada tiap Sabtu di akhir Maret.
Tak hanya itu, EHT juga terus mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk bergerak langsung melestarikan lingkungan dengan hal-hal mudah di kehidupan sehari-hari.
Public Relation EHT, Taufan Iqbal Abdillah, mengatakan bahwa EHT merupakan sub-region dari Earth Hour Indonesia yang diinisiasi oleh WWF pada 2007.
Gerakan itu diinisiasi di Sydney, Australia, dan berkembang ke berbagai kota di seluruh dunia tiap tahun.
“EH terbentuk karena keresahan warga setempat akan perubahan iklim yang begitu cepat. Lalu, terbentuklah inisiasi Earth Hour yang dilakukan selama 60 menit,” ujarnya kepada GenPI.co, Jumat (6/8).
Pria yang akrab disapa Iqbal itu memaparkan bahwa alasan itu yang menjadikan logo EH menampilkan angka 60+.
“Kami membuat masyarakat bisa berpartisipasi dalam membangun kesadaran publik akan krisis iklim dan melakukan aksi mudah untuk mengatasinya,” ungkapnya.
Iqbal mengatakan bahwa sistem keanggotaan EHT berawal dari menjadi sukarelawan selama satu tahun.
Lalu, jika ingin melanjutkan sebagai bagian dari tim internal EHT, para anggota baru bisa memilih atau dipilihkan divisi. Kini, jumlah anggota EHT mencapai sekitar 60 orang.
“Saat menjadi tim internal, mereka disebut dengan Champion. Tak ada batasan tertentu untuk bergabung, asal mereka memiliki niat untuk berbuat baik kepada bumi,” katanya.
Menurut Iqbal, EHT memiliki beberapa agenda tahunan bernama “Switch Off Earth Hour”. Selain agenda annual itu, EHT juga kerap menjalankan agenda kampanye dan edukasi terkait perubahan iklim.
“Salah satu program andalan kami adalah School Campaign yang ditujukan untuk mengedukasi siswa sekolah dasar agar lebih peduli dengan lingkungan,” ujarnya.
Iqbal menuturkan bahwa penyampaian materi dilakukan melalui berbagai games dan aktivitas lain, seperti mengajari para siswa SD untuk membuat reusable bag dari baju bekas.
“Lalu, bulan lalu kami mengadakan kegiatan NgoPi (Ngobrol Pintar) dan membahas mangrove untuk menyambut hari mangrove,” tuturnya.
Pria 23 tahun itu memaparkan bahwa EHT ke depannya masih berfokus untuk menjalankan School Campaign, baik secara daring dan luring jika sudah mulai diperbolehkan masuk sekolah.
“Kami juga masih terus berbagi informasi dan ilmu seputar lingkungan di sosial media. Lalu, kami juga akan mengadakan kegiatan secara online untuk masyarakat umum,” paparnya.
Iqbal berharap gerakan komunitas EHT dapat menyadarkan masyarakat bahwa bumi sedang tidak baik-baik saja dan keadaan alam Indonesia juga makin memburuk.
Keadaan itu bahkan diperparah dengan kebijakan pemerintah yang makin hari tak berupaya untuk melindungi lingkungan. Hal tersebut tentu makin membuat masyarakat gusar.
Oleh karena itu, suara dan pendapat masyarakat harus makin kencang agar dapat didengar lebih banyak pihak.
“Aksi-aksi kecil untuk menjaga lingkungan harus dimulai dari diri sendiri. Semua dimulai dari hal kecil, konsisten, dan berkelanjutan,” ungkapnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News