GenPI.co - Program vaksin berbayar di Indonesia tidak hanya viral di Tanah Air, bahkan menjadi sorotan dari World Health Organization (WHO).
Adalah Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Dr Ann Lindstrand, yang menyoroti sekaligus memberikan kritikan akan kebijakan vaksin Gotong Royong Indonesia.
Dirinya merasa bingung, dan mengatakan bahwa dengan menerapkan mekanisme vaksin berbayar di tengah pandemi covid-19, dapat menimbulkan sebuah masalah etika.
Tidak hanya itu saja, dengan vaksin berbayar dapat mempersempit akses masyarakat terhadap vaksin.
"Penting bahwa setiap warga negara memiliki akses yang sama terhadap vaksin dan pembayaran apa pun dapat menimbulkan masalah etika dan akses, khususnya selama pandemi," buka Lindstrand dikutip dari laman resmi WHO.
"Di saat bersama, kita membutuhkan cakupan dan jumlah vaksin untuk bisa menjangkau semua pihak yang paling rentan," tambahnya.
Bukan tanpa alasan Lindstrand mengatakan hal tersebut. Menurutnya, ada faktor mengapa vaksin berbayar saat ini tidak-lah masuk akal.
Itu karena banyak negara di dunia ini yang mendapat jatah dosis vaksin Covid-19 melalui mekanisme kerja sama multilateral COVAX Facility, yang langsung berada di bawah WHO.
Benar adanya bila pengiriman vaksin ke negara-negara di belahan dunia membutuhkan biaya untuk transportasi, logistik dan semacamnya.
Namun, semua biaya tersebut sejatinya telah ditanggung melalui bank pembangunan multilateral, Bank Dunia, dan lembaga internasional lainnya.
"Ada pasokan vaksin dari COVAX melalui kolaborasi UNICEF, WHO, dan lain-lain, tentunya mereka memiliki akses vaksin yang gratis hingga 20 persen dari populasi yang didanai para penyandang kerja sama COVAX."
"Jadi vaksin ini sama sekali tidak dipungut pembayaran dalam pelaksanaannya," tutup Lindstrand.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News