GenPI.co - Pemerintah sudah menyerahkan RUU tentang Ibu Kota Negara (IKN) kepada DPR RI. Namun, sampai sekarang belum terdengar DPR RI membahas RUU tersebut.
Hal itu perlu dilakukan, karena secara hukum pemerintah perlu melakukan perubahan UU untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta.
"Rencana pembangunan ibu kota negara baru ini memang kontroversial dan kontradiksi," ujar Jamiluddin Ritonga pengamat komunikasi dan politik kepada GenPI.co, Kamis (3/6).
Sebab, menurutnya, rencana pemindahan lokasi ibu kota negara baru itu sudah ditetapkan sementara payung hukumnya belum ada.
"RUU tentang IKN belum dibahas DPR, tetapi pemerintah sudah menetapkan lokasi ibu kota baru itu di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Paser Utara, Kalimantan Timur," lanjutnya.
Bahkan, akademsi itu menambahkan ground breaking ibu kota negara baru sudah direncanakan pada 2021.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani, rencana pembangunan ibu kota negara baru akan masuk dalam APBN 2022.
Namun, hal tersebut dibantah Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang mengatakan pada Pagu Indikatif 2022 belum ada penganggaran untuk pembangunan ibu kota negara baru.
"Ini, kan, sangat jelas rencana pindah dan penentuan lokasi ibu kota negara baru ditetapkan oleh penguasa," tegasnya.
Jamiluddin menegaskan sangat diperlukan referendum karena salah satu kepentingan semua rakyat.
"Kalau rakyat melalui referendum menyetujui pemindahan ibu kota dan lokasinya, barulah pemerintah bersama DPR RI membuat payung hukumnya," tuturnya.
Jamiluddin menegaskan sebelum ada referendum itu, rencana pemindahan ibu kota baru sebaiknya tidak hanya ditunda tetapi dibatalkan.
"Dengan begitu, rencana pemindahan ibu kota negara dan penetapan lokasinya yang ditentukan penguasa sangat tidak sejalan dengan kehendak demokrasi," pungkasnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News